Thursday 20 May 2010

CATATAN KE III

Setelah perjalan cukup melelakan. Aku tersadar akan semuanya terhadap apa yang telah kau alami dalam jiwa yang terhukum dalam sarang cinta. Aku rasakan banyak kesalahan yang telah aku perbuat pada seorang gadis yang menjadi pujaan jiwa tak pernah bosan rindukan cinta.

Aku seakan mendengar bisikan hatiku. Bagai interuksi memaksaku memahami hidup yang sejati “ jangan jadikan orang disekelilingmu menjadi penyakit dengan kehadiranmu” inilah bisik jiwaku yang dapat aku dengarkan dengan nurani.

Kemudian aku hanya bisa meminta dengan permohonan kata maaf. Melalui surat telepon genggam aku tuliskan kepada dia, “ maafkanlah semuanya yang terjadi. Mungkin itu semua yang telah aku perbuat padammua adalah buah pemikiran picikku. Serakahku yang tak pernah bisa aku kendalikan. Sehingga jalan yanng begini mesti menjadi barisan langkah yang terbata. Untuk aku lahir memilih-pilihan dalam keberadaanmu. Akal sehatku tak mampu berbuat arif untuk membedakan egoisku dan suara nurani. Karena kekuatan cinta yang terjadi dalam hidupku. Laksana kemiskinan yang melanda dan terjadi dalam hidupkuk yang membutuhkanmu. Aku hanya bisa diam dan bisu dalam siksa jiwa terus membawaku menjadi berharap dalam kehampaan. Demi harapan ini yang telah memilihmu dalam indahnya kecantikan yanng tak bisa aku lupakan. Sehingga aku tak kuasa menelan bodohnya ketololan diri. Keyakinan ini memaksaku untuk jujur ungkapkan semua rasa. Dalam perasaan (bahwa aku mencintaimu).

Aku rasakan semuanya dan menjadi tanngis yang harus aku tangisi. Karena dia menajdi pililhan yang takku dapat dengan tambang cinta. Dari semua ini aku terus bertanya dan berharap kesetiaan. Karena kodrat rasa dalam jiwa ini, bagai tanah yang kering dan gersang butuhkan setetes air. Walau itu harus terjadi dalam gerimis air mataku sendiri. Aku yakin untuk menanam benih cinta mulia ini yang panjang aku bawa dalam kelana.

Dari perjanan ini. Lalu rasa bimbang , rasa takut, terus terjadi dalam aku berkomunikasi dengan suara hatiku sendiri. Sehingga aku bagai temukan diriku. Benar=benar berada dalam kelemahan dan ketakberdayaan. Seakan ada kekuatan yang lain terjadi dalam diriku dan membawaku melamun dan berhayal. Dan aku terus menjadi penanya bagi perasaan yang tak pernah aku tahu. Tanyaku “ benarkah ini kekuatan cinta? Adakah yang aku alami akan jadi hadiah cinta? Dan mungkinkah aku akan bisa menngenggam manjadi nyata?. Aku terus bertanya keabadian cinta entahlah dimana berada. Disinilah aku menemui perasaan diri. Ternyata berat aku melawan diri. Aku seakan tak bijak menimbang hak asasi seorang saudari. Dan aku seakan terlalu bernafsu memaksakan kehendak karena memang telah menjadi surga rasa dalam ketulusan dan keyakinan hati.

Kisah menjadikan aku. Tak tahu lagi akan keindahan dan warna yanng manawan dimata ini. Tak ada lagi pujaan kecantikan dalam diriku. Tak ada lagi bunga yang harum di sekekelilingku. Kala dirimu mesti kecewakan aku. Kala dirimu mesti tak bisa jujur dalam kesetiaanmu, yang mesti akan ku tunggu sepanjang nafas zaman masih berhembus ditenggorokan. Dan juga kisah ini bisa membuat aku berbolak-balik dalam pikiran yang aku tak pernah tahu kapan akan berakhir. Sendirianku bergumam demikian, “ tegakah dirimu membunuhku yang sangat percaya akan kekutan cinta”.

Sambil aku renungkan apa yang telah aku ucapkan. Aku meraba-raba apa yang telah aku lakukan. Aku menjadi berpikir kembali dengan pertanyaan. Apakah sikapku kasar dan munkinkah tindakanku kejam demi apa yang sangat akua yakini.

Namun pada hakikatnya aku hanya melawan jatuhnya harga diri. Sementara yang aku harapkan bukanlah hadiah penghargaan. Aku hanya ingin biarpun sedetik jiwa ini merdeka dari pada nafsu egois menjadi tirani dalam diri yang kemudian membuat aku harus membayar dengan penyesalan karena kegagalan untuk menyesali apa yang tak pernah aku coba bertaruh harga diri dihadapan orang yang paling disayangi.

Sekarang tak ada lagi yang dapat aku ceritakan dalam usilnya lidi pena dijariku ini. Selain renungan, ratapan,harapan, kehampaan, kerinduan dalam rasa risau dan kegelisahan yang berputar dalam roda jiwa. Tapi realita ini sangat aku banggakan, karana aku bisa merinduimu. Dan kenyataan ini yang membuat aku tak bisa berbuat banyak, ternyata tidak membuiat aku bisa menjadi putus asa. Terasa tak berdenyut di jantungku kala aku harus menjadi lelaki yanng prustasi. Karena keyakinan dalam ketulusan telah menjadi nadi yang mampu cairkan darah cinta.

Sebelum tinta air mata dalam gelisah jiwa ini menjadi kidunng epilog harapanku. Izinkan bunga cintaku hidup hingga mekar dalam kebun hatimu. Demi aku yang hanya berharap dan memohan kejujuran dan ketulusanmu. Tapi sekali lagi maafkan aku atas kelancangan yang telah aku perbuat untukmu. Sebab tuhan seakan tidak memperkenalkan aku pada engkau dalam kecantikan dan keindahan. Melainkan memperkenalkan aku pada dirimu dengan rasa cinta yang memaksaku untuk tulus menjadi seorang pencinta yang pasrah dan tak takut terhadap apa yang harus dialami. Inilah yang tak bisa aku tolak hadirnya dalam jiwa sebagai suratan. Tak pernah aku impikan aku pinta dalam doa . ini terjadi seketika disaat mataku tersinggah dalam keangguna dan kecantikanmu. Sungguh engkau bagai anugrah dan hidayah. Trkadang juga bagi musuh dalam percaturan jiwaku. Nammun mesti harus aku lawan semuanya. Rasa takut dan bingungpun terjadi. Dan hanyna satu alasan yang bisa membuat aku tegar. Aku memilih dengan kata ungkapkan cinta. Inilah yang aku pertaruhkan untuk cinta sebagi bukti aku bukan pengecut. Walaupun aku bagai anak tawanan menjadi lelaki yang mesti berharap pada belas kasih seorang wanita.

Setelah aku ungkapkan dengan penuh keyakinan. Aku hanya bisa berharap menanti jawaban pasti. Aku menanti jawabannya sebagai syarat untuk aku bisa melepas gelisah dan sengsara melawan raga jiwa.

No comments:

Post a Comment